Rabu, 18 Juni 2014

3. Sanksi Terhadap Pelanggaran IT di bidang pemerintahan




 Pelanggaran di bidang IT di dalam sebuah pemerintahan, di dalam pemerintahan tentunya kita dapat menjumpai kegiatan kejahatan di sebuah pemerintahan dimana pemerintah itu sudah semestinya siap siaga menghadapi tindak kejahatan atau sebuah kriminalitas yang menyerang sebuah situs pemerintahan ataupun menduplikasikan data dan membocorkan informasi yang sifatnya sangat rahasia. Dan ini contoh-contoh tindak kejahatan, diantaranya adalah :
1. Jual beli ijazah palsu melalui internet
            Permasalahannya : Si penyedia layanan pembuatan sebuah ijazah palsu di internet boleh saja mengumbar janji-janji manis, namun yang pasti ijazah yang kurang layak tersebut tak bisa didapatkan dengan harga yang relative murah. Biaya yang di patok bisa sampai puluhan juta rupiah, itu bukan nominal yang murah bukan.
Dan aksi tersebut bisa kita jumpai di sebuah lembaga-lembaga pendidikan yaitu  di lingkungan ‘kampus’, semakin tinggi gelar yang di raih, akan semakin mahal pula biaya yang di patok itu.
Situs-situs yang menawarkan jasa tersebut akan mengiming-imingi kita bahwa ‘Bisa kuliah cepat dan instan tanpa berpusing-pusing ria dengan kegiatan yang ada di kampus tersebut’.
Sampai timbul sebuah pertanyaan “Mengapa kamu pilih untuk membeli ijazah?” mereka menjawab “alasan saya memilih untuk membeli ijazah adalah untuk sebuah kelancaran kehidupan saya dan membantu dalam mendapatkan sebuah pekerjaan yang di harapkan”.
Pelaku pembuat ijazah palsu boleh saja mengklaim demikian. Namun ingat, ketika di dunia kerja, ijazah tak akan berlaku jika tidak adanya kemampuan. Artinya, kita hanya akan mempermalukan diri sendiri ketika ijazah yang tidak layak tersebut menunjukkan nilai fenomenal.
Belum lagi jika ketahuan menggunakan ijazah palsu. Ancaman hukuman dari pihak berwajib pastinya telah menanti. Termasuk bagi pelaku pembuatan ijazah palsu ini sendiri.
Ada 3 orang tersangka yang diamankan yakni Yogi Saputro, Ichwan Setiawan dan Agus Budiyanto. Ketiganya dikenakan Pasal 263 KUHP dan atau pasal 264 KUHP tentang pemalsuan dalam data otentik. Dengan ancaman pidana paling lama 8 tahun penjara.
Aspek hukum yang bisa dikenakan :
Pada kasus tersebut ada beberapa hukum yang bisa dikenakan, diantaranya :
Pasal 263
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 264
(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
l. akta-akta otentik;
2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Hukuman yang diberikan
Tiga orang tersangka yang diamankan yakni Yogi Saputro, Ichwan Setiawan dan Agus Budiyanto. Ketiganya dikenakan Pasal 263 KUHP dan atau pasal 264 KUHP tentang pemalsuan dalam data otentik. Dengan ancaman pidana paling lama 8 tahun penjara.  
Solusi Kasus
—  kopertis (Kordinasi perguruan tinggi swasta) bersama Ditjen Dikti bisa mencabut izin PT tersebut. Selain itu PTS(perguruan tinggi swasta) bersama kopertis harus bekerja sama dengan kepolisian agar praktik jual beli izajah bisa ditumpas hingga ke akar-akarnya.
—  Untuk mencegah agar tak menjadi korban pencatutan PTS perlu segera memberi pengaman pada ijazah yang diterbitkan. Misalnya dengan memberi hologram ataupun kertas khusus.
 Kesimpulan Tentang Kasus
 ·         Tidak ada salahnya jika kopertis juga bekerja sama dengan ahli teknologi informasi  dan komunikasi (TIK) ketika menjumpai kejanggalan dalam basis data(database). Sebab, saat ini pemalsu dengan mudah memperoleh dan mengubah database sejumlah lembaga pendidikan, termasuk kopertis.
                   http://id.wikipedia.org


0 komentar: